menurut anda bagaimana tentang blog ini ?

Senin, 30 April 2012

caci 3


Peraturan Tari Caci                                      
Dengan Asesoris di kepala yang begitu indah, biasanya memakai "Pangga"dalam bahasa daerah setempat. Yaitu sebuah Asesories yang dibuat dari kulit kerbau berbentuk sebuah tanduk lalu dibalut dengan kain sampai membentuk seperti tanduk kerbau, dan di tengah tanduk ada asesories membentuk ekor kuda ini pertanda bahwa mereka perkasa seperti seekor kerbau atau seekor kuda jantan. Tubuh harus dalam keadaan telanjang,dan dari pinggang kebawah dikenakan Sarung Songket Manggarai dengan segala Asesories lainnya termasuk Giring-giring yang digantungkan dibelakang pinggangnya agar pada saat menari dapat mengeluarkan irama atau nada yang merdu didengar dalam mengikuti irama gong yang dibunyikan oleh kelompoknya.
Biasanya pembuka pukulan dari Toko-toko Adat yang seponsor acara Caci ini, dan dari kelompok pendatang atau dari luar daerah setempat yang menadahnya atau menangkis. Masing-masing pemain harus melihat siapa penantangnya, karena kalau masih ada hubungan darah atau keluarga tidak boleh melakukan pengaduan atau pemukulan. Kecuali sebatas teman atara kampung. Para pemain dalam mengadu ketangkasan dan keluwesan dalam menangkis pukulan lawan bisa dimulai dengan bertindak sebagai pemukul dan pada kesempatan lain sebagai penangkis. Dan juga tidak ada keharusan untuk menadah pukulan lawan setelah kita memukulnya, bisa di ganti dengan pemain yang lain.
Mbete,Larik atau pecut yang dibuat dari kulit kerbau yang kering ini jika mengenai badan bisa menimbulkan luka. Sebab kalau

dikampung wolomboro, di ujung Pecut'nya di pasang sebatang Lidi dari pohon Nira atau pohon tuak bahasa setempat. Ini bertujuan agar sebelum melakukan pemukulan para pemain membunyikan pecut tersebut seperti suara sebuah bom yang meledak ( ini juga salasatu cara untuk memanasi lawanya ) dan jika lidi dari tuak ini mengenai badan langsung mengeluarkan darah atau luka. Para penonton pun harus membuka mata karena kadang-kadang lidi ini putus dalam saat melakukan pukulan dan mencar'nya ke penonton ( penonton bisa membawa luka tanpa bermain caci ).
Dengan lincah si penyerang mengayunkan pecutnya ke tubuh lawan, sementara si penangkis berupaya menghalangai sabetan pecut dengan sebuah Tameng atau perisai dari kulit kerbau dan sebuah tereng yang terbuat dari sebatang bambu kering yang ukurannya 2 -3 meter.Tapi yang pakar'nya dalam bermain caci bisa menadanya dengan sebuah tempurung kelapa sebagai tameng dan sepotong kayu yang ukuran 1meter sebagai terengnya. jika pukulannya kena membuktikan bahwa penyerang berhasil mengalahkan lawanya. Dan jika megenai wajah bahasa setempatnya bilang "Beke" harus diganti dengan posisi orang lain dan ini pertanda pembawa sial dalam kelompoknya dan malu karena kalah dalam pertandingan ini.Tapi semua pemain caci sudah siap menerima resiko sehingga para pemain harus mahir memukul dan memblokade pukulan lawan.
Setelah pukulan berakhir si penada ini mengeluarkan suara atau Paci. Paci adalah bahasa kiasan yang mengartikan kehebatan seseorang. Contoh paci menyebutkan sebuah benda seperti

Jangkar/Anker/Saul. jika Anker ini sudah tersangkut di batu  karang,perahu yang membuang Anker ini tak mungkin bisa berjalan atau hanyut terbawa arus. Jika ada orang yang mengeluarkan Paci jenis ini pertanda bahwa dia paling hebat dalam permainan Caci.
Lalu ada lagi bahasa setelah Paci, yaitu bertanya kepada penonton apakah permainan saya cantik atau tidak? Apakah anda melihat pukulan tadi kena atau tidak? Dan penonton menjawabnya dengan versi suport "Cantik dan tidak kena".Di dalam Bahasa daerahnya ; "Oe...Ema O....!!!! Hena ko toe...? pass pasang daku ema..? Kelompoknya menjawab:"Oeeeee.....!Pass Anak......! selanjutnya Danding atau Tandak atau menyanyikan lagu daerah manggarai. Pada saat Menyanyikan lagu atau paci,tameng dan tereng tidak boleh lepas dari tangannya, jika meletakan ke tanahpun tameng tidak boleh dalam keadaan terbuka ( harus telungkup ) Sebab kepercayaan adat di kampong ini, jika meletakan tameng dalam keadaan terbuka berarti kita sangat membenci permainan ini.Dan Penonton yang melihatnya harus cepat-cepat masuk arena dan membalikan tameng tersebut sebelum toko adat atau tuan rumah melihatnya. Pada saat penyerahan tameng ini kepada lawannya harus dalam posisi badan menunduk atau jongkok tanda penghormatan, begitupun yang menerimanya. 
Mahir memukul lawan,trampil menangkis serangan,sportifitas tinggi,bisa mengendalikan diri dalam arti walaupun terluka wajib memberi hormat kepada lawannya. Indah menarinya dan merdu menyanyikan lagu daerah adalah salasatu persyaratan dalam

pertandingan Caci ini sehingga para penonton sangat terhibur. Tidak boleh ada yang menyimpan rasa dendam dalam pertandingan ini dan setelah pertandingan usai para pemain saling berjabatan tangan dan memaafkanya.Tari Caci ditutupi dengan membuang selembar Tikar dari daun pandan ke tengah lapangan pertandingan, ini pertanda bahwa Caci telah selesai dan para pemain harus berhenti melakukan pemukulan dan masing-masing kelompok semua bubar. Kadang-kadang malamnya dilanjutkan dengan acara Danding atau Tandak, itupun jika yang punya acara dan para Ketua Adat merestuinya.
Tempat untuk pertunjukan Tarian Caci biasanya didepan rumah adat (Mbaru Gendang) dan tempat itu dikeramatkan, karena tempat atau lapang tersebut hanya untuk digunakan upacara adat, dari enam Mbaru Gendang hanya satu yang masih dipertahankan fungsinya. Sementara yang lain sudah dirubah fungsinya menjadi jalan, atau dibuat rumah.
Tarian ini diperagakan oleh dua kelompok, yang melibatkan penyanyi yang melantunkan syair perang untuk menyalahkan semangat dan para petarung itu sendiri. Beberapa kali para petarung itu memukul ke tubuh lawannya dengan seutas tali yang menjadi senjata perangnya, sehingga membuat penonton ikut terperangah.
Selain tampil sedikit ‘kejam’ dan menakutkan, Tari Caci ini juga menampilkan sesuatu yang eksotik karena kostum yang unik dan gerakan khas yang mengumbar keperkasaan. Kelompok penyanyi dengan kostum berwarna putih sementara para petarung dengan kain perpaduan berbagai warna.

. Nilai Filosofi
Kata seorang kawan, tarian perang apa pun gerak dan karakternya merupakan kekerasan yang terstruktur-kemas dalam dan mengatasnamakan seni. Hal itu bisa dimaklumi jika dilihat dari resiko fisik yang diderita oleh para penari. Para penari tidak hanya terluka atau tersayat karena disabet ujung tali pelecut atau karena dilempar tombak bambu dan beling yang ditinju, tetapi juga lantaran resiko itu dirayakan sebagai yang baik.
Jika ditelisik dari sisi itu, tidak hanya akan melahirkan debat panjang, tetapi juga terlalu dangkal untuk dimaklumi. Sebab, sebagai sebuah produk budi dan daya manusia, tarian perang merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang yang dalam perkembangannya tidak hanya sekedar mengenang kegagahannya, tetapi juga mengedepankan perayaan perjuangan dan kemenangan (social politik) solidaritas dan kebersamaan (moral sosial), serta puji dan syukur kepada yang Mahakuasa (teologis).
Di belahan Nusa Tenggara Timur tarian perang yang mengedepankan unsur-unsur di atas muncul dalam berbagai bentuk dan ragam. Di Sumba ada Pasola, di Nagekeo ada Tarian Etu dan di Manggarai Raya Caci.  Namun pada kesempatan ini saya hanya hendak menampilkan beberapa foto yang menunjukkan keelokan tarian perang yang bernama Caci dari Manggarai Raya. Dari gambar-gambar ini pembaca bisa menafsirkannya sendiri sesungguhnya seperti apa budaya itu diwariskan dan dihargai.
 Tari Caci adalah salah satu tarian tradisional NTT [ Nusa

Tenggara Timur ] yang merupakan koleksi tarian tradisional dari Pulau Flores. Tari Caci adalah tarian tradisional dari masyarakat Kabupaten Manggarai Barat. Sportifitas yang sangat dijunjung tinggi, begitu kental dengan warna tarian ketangkasan yang cenderung keras ini.
Ritual pertarungan cambuk, merupakan unsur utama dari identitas budaya manggarai.Memberikan keunikan yang mengandung nilai estetika tersendiri bagi siapa saja yang menyaksikannya.
Caci dimainkan oleh 2 orang pria (yang ceritanya saling bermusuhan) , biasanya salah satu bertandang dari desa yang berbeda untuk bersaing. Dalam caci ada pihak yang memukul (paki) lawannya dengan menggunakan larik (pecut) atau tali terbuat dari kulit kerbau yang sudah kering dan lawan yang dipukul menangkis (ta'ang) dengan menggunakan Nggiling (perisai, juga terbuat dari kulit kerbau) dan busur yang terbuat dari bambu. Memukul dilakukan secara bergantian.
Tarian NTT, Tari CaciGambar 1
 

Tari Caci ini, memiliki sedikit perbedaan dengan tarian yang telah disebutkan terlebih dahulu, temperamental mungkin akan menjadi kesan jika kita mengamati sepintas tarian tradisional Manggarai Barat ini. Adu kekuatan dengan saling mencambuk, menggunakan cambuk yang terbuat dari kulit ekor kerbau adalah sepintas gambaran Tari Caci. Meskipun saling cambuk, yang tidak jarang sampai menyebabkan salah satu diantaranya mengeluarkan darah, namun tidak ada dendam yang tersimpan diantara mereka.
 Warna kekerasan dan kejantanan begitu tergambar dari tarian tradisional yang biasanya digelar dalam sebuah upacara syukur atas hasil panenan yang mereka peroleh dimasa lalu, Tari Caci ini digelar sebagai penyampaian rasa terima kasih atas hasil dan pencapaian yang telah mereka raih di medan pertempuran. Tari Caci ini, sering dipentaskan di lokasi Pantai Pede, Labuan Bajo dengan diiringi tabuhan gendang dan gong, serta tak lupa sorakan para pendukung masing-masing.
Tarian Caci yang secara bebas diartikan menguji (ketangkasan) satu lawan satu, biasanya hanya dipentaskan dalam acara khusus, seperti upacara penting  atau hang woja (syukuran hasil panen), penyambutan tamu kehormatan atau upacara-upacara adat lainnya, seperti paca wina (belis). Juga untuk memeriahkan pentahbisan imam dan sebagainya. Biasanya, pertarungan caci dilakukan antar desa/kampung. Bagi orang Manggarai, pementasan caci merupakan pesta besar dimana desa penyelenggara memotong kerbau beberapa


ekor untuk makanan para peserta atau siapa pun yang me- nyaksikan caci, secara gratis. 
Dalam budaya Manggarai, tarian caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup. Nama Caci sendiri bersal dari dua kata yaitu ”Ca” yang berarti satu dan ”Ci” artinya uji. Jadi, Caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Tidak semua orang Manggarai layak menjadi peserta Caci. Selain harus pria, persyaratan lain adalah harus mahir memukul lawan, terampil menangkis serangan, luwes menari, merdu menyanyikan lagu daerah, dan berbadan atletis. 
Pertunjukan tarian Caci dibuka dengan tarian Danding atau biasa disebut Tandak Manggarai. Tarian ini dimainkan oleh perempuan dan laki-laki yang membentuk lingkaran. Gerakan penari Danding lebih mirip tari Vera atau tari Sanda Lima. Biasanya penari mendendangkan lagu dengan larik yang memompakan semangat para pemain Caci saat bertanding. Sebelum bertarung, pemain Caci akan melakukan pemanasan otot. Masing-masing pemain menggerakkan badanya mirip gerakan kuda. 
Sambil menari, pemain Caci menyanyikan lagu daerah untuk menantang lawannya. Pertarungan Caci dilakukan oleh dua kelompok, yang masing-masing terdiri dari delapan pemain. Setiap peserta mendapat kesempatan pertama sebagai pemukul, dan selanjutnya bertindak menjadi penangkis serangan. Dengan lincah si penyerang akan menghentakkan pecutnya ke tubuh lawan. Sementara si lawan akan menangkis sabetan pecut. Jika kena, tampak garis merah atau

luka memanjang tipis. Luka ini sebagai pembukti bahwa penyerang berhasil. Semua pemain beresiko terkena sabetan pecut. 
Caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian Caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya.
Pihak yang memukul tidak harus mendapat giliran menangkis. Posisinya bisa diganti orang lain. Pihak lawan biasanya tidak memprotes. Di sini terlihat aspek lain yakni kerelaan untuk berkorban. Semuanya dihayati dalam suasana penuh kekeluargaan dan kebersamaan. 
Bagian badan yang boleh dipukuli meliputi bagian pusar ke atas hingga wajah. Seorang penari caci dinyatakan kalah bila pukulan larik mengenai bagian wajah hingga luka atau berdarah. Jika ini terjadi maka penari bersangkutan harus diberhentikan.
Permainan Caci dijadikan pelajaran berharga bagi anggota suku Manggarai dalam mengendalikan emosi. Pasalnya, meski saling mencambuk dan biasanya bakal terluka  sopan santun dalam gerakan di arena, ucapan, dan hormat kepada lawan selalu dijaga para pemainnya. 
Semua itu dijadikan kebanggaan tersendiri buat masyarakat suku Manggarai. Sebab, lewat semua ritual tadi, mereka ditempa


untuk selalu bersyukur dan mau saling menjaga ketenangan batin dan keharmonisan antarwarga Manggarai.
















caci 2


C. Pergelaran Tari Caci                                                                                                    
Tarian Caci awal mulanya dimainkan oleh para pejuang perang untuk merayakan dan mengenang perang. Dewasa ini tarian Caci bagi orang Manggarai dipentaskan untuk memeriahkan acara-acara khusus baik yang bersifat adat maupun tidak, seperti syukuran hasil panen, pentahbisan imam, atau penerimaan tamu adat maupun kenegaraan.
Pertunjukan tarian Caci dibuka dengan tarian Danding atau biasa disebut Tandak Manggarai. Tarian ini dimainkan oleh perempuan dan laki-laki yang membentuk lingkaran. Gerakan penari Danding lebih mirip tari Vera atau tari Sanda Lima. Biasanya penari mendendangkan lagu dengan larik yang memompakan semangat para pemain Caci saat bertanding. Sebelum bertarung, pemain Caci akan melakukan pemanasan otot. Masing-masing pemain menggerakkan badanya mirip gerakan kuda.
Sambil menari, pemain Caci menyanyikan lagu daerah untuk menantang lawannya. Setiap kelompok terdiri dari delapan pemuda, masing-masing mendapatkan kesempatan bertarung menghadapi lawan. Serangan bisa dimulai dengan bertindak sebagai pemukul dan pada kesempatan lain menjadi penangkis. Dengan lincah si penyerang akan menghentakkan pecutnya ke tubuh lawan. Sementara si lawan akan menangkis sabetan pecut. Jika kena, tampak garis merah atau luka memanjang tipis. Luka ini sebagai pembukti bahwa penyerang berhasil. Semua pemain beresiko terkena sabetan pecut.


Perlengkapan
Para pemain bertelanjang dada dan mengenakan pakaian perang berupa celana warna putih bersalut kain adat songke warna hitam yang diikat erat agar tidak lepas saat bertanding. Pada kepala diberi penutup Panggal (semacam tanduk kerbau yang terbuat dari kulit kerbau yang keras dan dilapisi kain warna-warni. Panggal dipasang dikepala sampai menutup sebagian muka dan dilapisi destar atau handuk.
Dipinggang terpasang Lalong Denki (hiasan mirip ekor kuda yang dihiasi bulu ekor kuda panjang) serta pada sisi pinggang terpasang saputangan warna-warni yang digunakan untuk menari setelah atau sebelum dipukul lawan.
Pemukul membawa cambuk yang terbuat dari kulit kerbau yang keras dan ujungnya dari Lempa (kulit kerbau tipis yang dikeringkan) atau bisa diganti dengan Pori (lidi enau yang masih hijau). Sedangkan tameng yang dibawa penangkis terbuat dari kulit kerbau kering yang dipegang pada satu tangan, dan tangan yang lain akan memegang Agang (sekumpulan bambu yang diikat dan dilengkungkan). Tameng dan agang merupakan alat penangkis saat dia dipukul lawan. Wajah ditutupi kain destar sehingga mata masih bisa melihat arah gerakan dan pukulan lawan. Jika dia mampu menangkis pukulan lawan, maka pukulan itu tidak akan mengenai badan mulai dari pinggang sampai kepala. Kalau tidak, dia akan menderita luka. Kalau cambuk mengenai mata maka itu disebut beke (kalah) dan kedua pemain segera diganti.
Si jawara tidak hanya cakap bertarung, tapi juga luwes lomes (menari) dan dere (menyanyi). Itu dimaksudkan untuk menarik

perhatian penonton, terutama gadis-gadis pujaan yang menyaksikan Caci dan Danding.

tari caci


Sejarah Tari                                                                        
Diceritakan, pada jaman dahulu hiduplah seorang kakak bersama adiknya di sebuah kawasan di Manggarai. Keduanya merupakan anak yatim piatu, namun mereka memiliki satu ekor kerbau (ka'ba). Suatu ketika, kakak dan adik ini berjalan-jalan di hutan sambil mengembalakan kerbau. Dan saat jalan-jalan itu, sang adik tanpa sengaja terperosok ke dalam sebuah lubang. Sang adik pun langsung berteriak minta tolong pada sang kakak, dan saat yang bersamaan sang kakak pun langsung berusaha menolong sang adik.
Cara yang dilakukan adalah mencari tali untuk membantu mengeluarkan sang adik dari dalam lubang. Upaya itu tidak berhasil karena sang adik selalu gagal dikeluarkan dari dalam lubang karena tali tidak bisa dijangkau oleh sang adik. Saat berusaha menolong sang adik, sang kakak mengatakan asa nana? (sudah?) dan sang adik menjawab toe di (belum).
Karena kecintaan yang begitu besar pada sang adik, sang kakak kemudian rela menyembeli kerbau satu- satunya milik mereka. Ekor kerbau kemudian dijadikan tali untuk mengeluarkan sang adik. Upaya ini berhasil mengeluarkan sang adik dari lubang.
Karena rasa bahagia itu, kedua kakak beradik ini kemudian momotong kerbau. Daging kerbau dimakan, sementara kulit kerbau ini dijadikan perisai. Sebagai rasa suka cita, kedua kakak beradik ini saling adu ketangkasan memukul dengan tali dari kulit kerbau.

8
Kulit kerbau tersebut digunakan untuk alas dada (bik/semacam body protector) dan perisai (giliq), tali (larik) yang kemudian digunakan sebagai cambuk serta pelindung kepala (pangga).
Setelah kakak dan adik membuat dan memasang berbagai properti tersebut ke tubuh mereka, keduanya bertarung dengan senang. Selanjutnya tradisi ini diberi nama Caci.
 Nama Caci tersebut berasal dari dua kata yaitu ”Ca” yang berarti satu dan ”Ci” artinya uji. Jadi, Caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Tidak semua orang Manggarai layak menjadi peserta Caci. Selain harus pria, persyaratan lain adalah harus mahir memukul lawan, terampil menangkis serangan, luwes menari, merdu menyanyikan lagu daerah, dan berbadan atletis. Dalam budaya Manggarai, tarian caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup.
Tetapi ada juga yang mengatakan sejarah tari Caci adalah PARA PETARUNG. Mempersiapkan diri, memasang atribut 'perang' sebelum 'berangkat ke medan laga' Sebagian atribut kostum pada pinggang dan kepala Atribut atau peralatan 'perang' terdapat perisai dan 'senjata' Resiko dari sebuah perjuangan, pertarungan.
Kegagahannya terletak di sini. Di-laga-kan di depan Rumah Adat, antara Mbaru Gendang dan Compang Diringi musik dari Gong dan Gendang, sebagian besar pemusiknya adalah kaum hawa Sekelompok orang memainkan DANDING, mereka bukan sembarang kelompok tetapi mereka adalah paduan penyemangat yang melejitkan syair-syair heroik. Penonton yang menyaksikan Tarian Caci pun
9
kadang larut dalam tarian, tidak hanya penonton lokal, wisatawan asing pun 'berjingkrak' Belajar Mewarisi Tradisi. Di luar arena, sekelompok bocah memeragakan Caci. Mereka tidak sedang mewarisi kekerasan, tetapi menanamkan tradisi dalam ingatan mereka.
Tarian Caci awal mulanya dimainkan oleh para pejuang perang untuk merayakan dan mengenang perang. Dewasa ini tarian Caci bagi orang Manggarai dipentaskan untuk memeriahkan acara-acara khusus baik yang bersifat adat maupun tidak, seperti syukuran hasil panen, pentahbisan imam, atau penerimaan tamu adat maupun kenegaraan.

Jumat, 08 April 2011

Resep Ayam Rica-rica

Resep Masakan Ayam Rica Rica


Bahan - bahan :
  • 1 ekor ayam sedang
  • 1 cangkir minyak goreng
  • 300 cc air


Bumbu :
  • 6 butir bawang merah
  • 2 buah tomat
  • 4 bawang putih
  • 1 jahe
  • 1 sdt gula pasir
  • 100 gr cabe merah
  • garam secukupnya


Cara memasak :
  • Bersihkan ayam dan potong menjadi 4 bagian
  • Panaskan minyak kemudian tumis bumbu hingga merata dan berbau harum
  • Masukkan ayam kemudian masak hingga bumbu merata
  • Tambahkan air sedikit dan masak ayam hingga 1/2 matang dan angkat
  • Panggang ayam diatas api sedang sambil di lumeri dengan bumbu yang telah disediakan.

Kamis, 07 April 2011

Gulai Ayam Cabai Hijau

Bahan - Bahan :
Ayam 1 ekor, bersihkan dari lemaknya, potong 8 bagian,
remas dengan 1 sdm Royco rasa ayam lalu panggang
hingga kecoklatan (di atas arang atau di oven)
Royco rasa ayam 2 s dm
Cabe hijau 10 buah, ulek kasar dengan 1 sdm air jeruk nipis,
agar warna cabe tetap hijau
Lengkuas 1 ibu jari, memarkan
Daun jeruk 5 lembar
Daun salam 2 lembar
Daun kunyit 1 lbr
minyak goreng 4 sdm untuk menumis
Jeruk nipis 1 butir, peras airnya untuk bumbun dan ulek cabe hijau
Air 500 ml

Bumbu yang dihaluskan :
Bawang merah 10 buah
Bawang putih 4 siung
Jahe 1 ruas jari
Kemiri 5 butir
Air jeruk nipis 1 sdm
Royco rasa ayam 1 sdm
Garam secukupnya

Cara membuat :
Tumis semua bumbu yang dihaluskan bersama daun salam, daun jeruk, lengkuas, daun kunyit hingga harum lalu masukkan ayam dan tambahkan air.
Masak hingga ayam lunak dan air agak mengering
Hidangkan dengan nasi hangat

SELAMAT MENCOBA :D