Sejarah
Tari
Diceritakan,
pada jaman dahulu hiduplah seorang kakak bersama adiknya di sebuah kawasan di
Manggarai. Keduanya merupakan anak yatim piatu, namun mereka memiliki satu ekor
kerbau (ka'ba). Suatu ketika, kakak dan adik ini berjalan-jalan di hutan sambil
mengembalakan kerbau. Dan saat jalan-jalan itu, sang adik tanpa sengaja
terperosok ke dalam sebuah lubang. Sang adik pun langsung berteriak minta
tolong pada sang kakak, dan saat yang bersamaan sang kakak pun langsung
berusaha menolong sang adik.
Cara
yang dilakukan adalah mencari tali untuk membantu mengeluarkan sang adik dari
dalam lubang. Upaya itu tidak berhasil karena sang adik selalu gagal
dikeluarkan dari dalam lubang karena tali tidak bisa dijangkau oleh sang adik.
Saat berusaha menolong sang adik, sang kakak mengatakan asa
nana? (sudah?) dan sang adik menjawab toe di (belum).
Karena
kecintaan yang begitu besar pada sang adik, sang kakak kemudian rela menyembeli
kerbau satu- satunya milik mereka. Ekor kerbau kemudian dijadikan tali untuk
mengeluarkan sang adik. Upaya ini berhasil mengeluarkan sang adik dari lubang.
Karena
rasa bahagia itu, kedua kakak beradik ini kemudian momotong kerbau. Daging
kerbau dimakan, sementara kulit kerbau ini dijadikan perisai. Sebagai rasa suka
cita, kedua kakak beradik ini saling adu ketangkasan memukul dengan tali dari
kulit kerbau.
8
Kulit
kerbau tersebut digunakan untuk alas dada (bik/semacam body protector) dan
perisai (giliq), tali (larik) yang kemudian digunakan sebagai
cambuk serta pelindung kepala (pangga).
Setelah
kakak dan adik membuat dan memasang berbagai properti tersebut ke tubuh mereka,
keduanya bertarung dengan senang. Selanjutnya tradisi ini diberi nama Caci.
Nama Caci tersebut berasal dari dua kata yaitu
”Ca” yang berarti satu dan ”Ci” artinya uji. Jadi, Caci bermakna ujian satu
lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Tidak semua orang
Manggarai layak menjadi peserta Caci. Selain harus pria, persyaratan lain
adalah harus mahir memukul lawan, terampil menangkis serangan, luwes menari,
merdu menyanyikan lagu daerah, dan berbadan atletis. Dalam budaya Manggarai,
tarian caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup.
Tetapi
ada juga yang mengatakan sejarah tari Caci adalah PARA PETARUNG. Mempersiapkan
diri, memasang atribut 'perang' sebelum 'berangkat ke medan laga' Sebagian
atribut kostum pada pinggang dan kepala Atribut atau peralatan 'perang'
terdapat perisai dan 'senjata' Resiko dari sebuah perjuangan, pertarungan.
Kegagahannya
terletak di sini. Di-laga-kan di depan Rumah Adat, antara Mbaru Gendang dan
Compang Diringi musik dari Gong dan Gendang, sebagian besar pemusiknya adalah
kaum hawa Sekelompok orang memainkan DANDING, mereka bukan sembarang kelompok
tetapi mereka adalah paduan penyemangat yang melejitkan syair-syair heroik.
Penonton yang menyaksikan Tarian Caci pun
9
kadang
larut dalam tarian, tidak hanya penonton lokal, wisatawan asing pun
'berjingkrak' Belajar Mewarisi Tradisi. Di luar arena, sekelompok bocah
memeragakan Caci. Mereka tidak sedang mewarisi kekerasan, tetapi menanamkan
tradisi dalam ingatan mereka.
Tarian
Caci awal mulanya dimainkan oleh para pejuang perang untuk merayakan dan
mengenang perang. Dewasa ini tarian Caci bagi orang Manggarai dipentaskan untuk
memeriahkan acara-acara khusus baik yang bersifat adat maupun tidak, seperti
syukuran hasil panen, pentahbisan imam, atau penerimaan tamu adat maupun
kenegaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar